PENGERTIAN PERUNDANG-UNDANGAN
Perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
berwenang dan mengikat secara umum. Peraturan perundang-undangan memuat aturan
dan mekanisme hubungan antarwarga negara, antara warga negara dan negara, serta
antara warga negara dengan pemerintah (pusat dan daerah), dan antarlembaga
negara.
Peraturan perundang-undangan nasional adalah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah suatu negara, seperti negara Indonesia. Jadi, peraturan perundang-undangan nasional adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara dalam lingkup nasional. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan berlaku bagi semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Peraturan perundangan ditujukan untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, semua warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan.
Peraturan
perundang-undangan nasional adalah peraturan tertulis yang telah dibuat oleh
lembaga yang berwenang sebagai pedoman warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Lembaga
yang berwenang membentuk perundang-undangan nasional adalah Pemerintah
(presiden) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam kehidupan bermasyarakat
peraturan perundangan sangat penting karena berfungsi mengatur kehidupan warga
negara dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Misalnya dalam
penerapan undang-undang berlalu lintas. Jika masyarakat tidak mentaati
peraturan berlalu lintas maka akan terjadi ketidak tertiban, kemacetan bahkan
akan terjadi tabrakan.Sebaliknya jika masyarakat tertib dan mentaati peraturan
maka akan tercipta keteraturan dan kenyamanan.
Tata urutan peraturan
perundang-undangan menunjuk pada tinggi rendahnya kedudukan peraturan
perundang-undangan. Secara konkret,hal itu menunjuk pada tata urutan kedudukan
di antara UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, dan Peraturan Daerah.
Tata urutan tersebut
penting. Haruslah jelas mana peraturan yang lebih tinggi dan mana yang lebih
rendah. Sebab, peraturan yang lebih tinggi akan dijabarkan oleh yang lebih
rendah. Konsekuensinya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi. Hal demikian untuk mewujudkan kepastian
hukum.
Pada tahun 2000, MPR
mengeluarkan Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan. Ketetapan ini menggantikan Tap MPR No
XX/MPRS/1996. Dalam Ketetapan MPR No III/MPR/2000 , idak ada lagi penyebutan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Demkian pula, tidak ada lagi
penyebutan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit presiden 5 Juli 1959,
UUD Proklamasi, dan Surat Perintah 11 Maret 1966 sebagai perwujudan sumber
hukum.
Dalam Tap MPR NO
III/MPR/2000 ada dua istilah penting,yaitu sumber hukum dasar
nasional dan tata urutan perundang-undangan. Adapun sumber
hukum dasar nasional adalah: Pancasila dan Batang Tubuh UUD 1945. Sedangkan
tata urutan perundang-undangan adalah, sebagai berikut:
1.UUD 1945
2.KETETAPAN MPR
3.UU
4.PERPU PENGGANTI UU
5.PP
6.KEPRI
7.PERDA
Peraturan
perundang-undangan dibentuk berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 untuk
melaksanakan perintah Pasal 22A UUD 1945 amandemen kedua yang
menyatakan “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang”. Peraturan perundang-undangan menurut
Undang No. 10 Tahun 2004 adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Dari pengertian
peraturan perundang-undangan sebagaimana dirumuskan di atas, dapat disimpulkan
ciri-ciri peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut.
1) Peraturan perundang-undangan
berupa keputusan tertulis. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan
mempunyai bentuk atau format tertentu.
2) Peraturan
perudang-undangan dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Pejabat yang berwenang
adalah pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
3) Peraturan
perundang-undangan berisi aturan polah tingkah laku. Peraturan
perundang-undangan bersifat mengatur.
4) Peraturan
perundang-undangan mengikat secara umum. Artinya, peraturan perundang-undangan
tidak ditujukan kepada individu tertentu.
Landasan Peraturan
Perundang-undangan Nasional
a.
Landasan Filosofis
Filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa berisi
nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut.
b.
Landasan Sosiologis
Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai
landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum
atau kesadaran hukum masyarakat.
c.
Landasan Yuridis
Landasan
yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan
perundang-undangan.
Asas Peraturan
Perundang-undangan
Terdapat lima asas
peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Asas
hierarki, yaitu undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan undang-undang
yang lebih tinggi
2.
Undang-undang
tidak dapat diganggu gugat,
3. Undang-undang
yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum,
4.
Undang-undang
yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama,
5.
Undang-undang
tidak berlaku surut.
Fungsi Peraturan
Perundang-undangan
Dalam kehidupan
bernegara, peraturan perundang-undangan mempunyai fungsi sebagai berikut.
a. Sebagai
landasan bagi penyelenggara negara dalam mengambil keputusan dan kebijakan
negara sehingga kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b.
Untuk
mewujudkan kepastian hukum, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi warga
negara.
c. Untuk
menciptakan ketertiban umum, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam
kehidupan bernegara.
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang No.10 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang berisi
hierarki peraturan perundang-undangan. Adapun hierarki peraturan
perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b.
Undang-Undang/Peraturan
pemerintah pengganti undang-undang
c.
Peraturan
Pemerintah
d.
Peraturan
Presiden
e.
Peraturan
daerah
Kita sebagai warga
negara harus menyadari begitu pentingnya sebuah peraturan itu. Jika kita sebagai
warga negara tidak peduli akan pentingnya peraturan itu, maka kita tidak akan
mencapai ketentraman dan ketenangan dalam berkehidupan.
Pentingnya perundang-undangan bagi warga negara adalah
sebagai berikut:
1.
Memberikan kepastian
hukum bagi warga negara,
Artinya sebuah negara yang tidak
memilii kepastian hukum sudah pasti akan kacau balau.
2.
Melindungi dan
mengayomi hak-hak warga negara,
Artinya hak-hak tersebut telah
ada sebelum adanya peraturan dibuat, dan undang-undang ada untuk menjamin
hak-hak terus terjaga.
3.
Memberikan rasa
keadilan bagi warga negara,
Artinya sulit bagi warga negara
untuk menyadari adanya rasa keadilan bila tidak ada undang-undang.
4.
Menciptakan
ketertiban dan ketentraman,
Artinya jika tidak ada peraturan
berarti tidak bisa terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam berwarga
negara,
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa sangat pentingnya sebuah perundang-undangan bagi warga
negara. Undang-undang mampu merapikan kekacauan yang terjadi. Bila segalanya
telah baik dan terkendali maka ketertiban dan ketentraman akan datang dengan
sendirinya.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
12 TAHUN 2011
TENTANG
PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia
sebagai Negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum
nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam
sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap
rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan
mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara
dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang
berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan
belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
3. Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden.
4. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
5. Peraturan Pemerintah
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
6. Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
7. Peraturan Daerah Provinsi adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
BAB
III
JENIS,
HIERARKI, DAN MATERI MUATAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 15
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana
hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan lainnya.
GAGASAN NEGARA HUKUM
MENURUT JIMLY ASSHIDDIQIE
Negara hukum adalah negara yang
berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat), dan pemerintahannya berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum
dasar), dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tak terbatas). Adapun ciri –
ciri negara hukum :
a. Adanya Undang Undang Dasar atau
Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan
rakyat.
b. Adanya pembagian kekuasaan negara.
c. Diakui dan dilindungi hak – hak
kebebasan rakyat.
Dari ciri – ciri diatas menunjukkan
bahwa ide pokok negara hukum adalah pengakuan terhadap hak asasi manusia yang
bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya Undang – Undang Dasar
akan memberikan jaminan konstutional terhadap asas kebebasan dan persamaan.
Prinsip
pokok negara hukum menurut Jimly
Asshiddiqie adalah sebagai berikut :
1.
Supremasi Hukum (supremacy
of law)
Adanya
pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua
masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif
supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi
negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan
hukum yang tertinggi. Pengakuan normative mengenai supremasi hukum
adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan
pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian
terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’.
2. Persamaan dalam Hukum (equality
before the law)
Adanya
persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui
secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip
persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan
manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali
tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative
actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau
kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai
tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan
yang sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan
perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak termasuk
pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing
atau kelompok masyarakat hukum adat tertentu yang kondisinya terbelakang.
Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus
yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita ataupun
anak-anak terlantar.
3. Asas legalitas
Dalam setiap
Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due
process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan
atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan
tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan
atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan
atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and
procedures’ (regels). Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak
bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka sebagai
pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘Freies Ermessen’ yang memungkinkan para
pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’
atau ‘policy rules’ yang berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam
rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.
4. Pembatasan kekuasaan
Adanya
pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan
prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara
horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan
oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely”. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara
memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and
balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan
mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan
membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertical.
Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu
organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.
Oleh karena
itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai
model seperti negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara
hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtsstaat, negara hukum
menurut konsep Anglo-Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep
negara hukum Pancasila.
Thanks untuk ilmu nya
BalasHapus