-->

Kamis, 09 April 2015

Gebod, Verbod, Morgen dan Sanksi

Erik Pandapotan Simanullang
1301113860
Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisip Universitas Riau 2015




A.  GEBOD (Perintah)
·      Pasal 3
Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak:
a.    Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b.    Dipisahkan dari orang dewasa;
c.    Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d.    Melakukan kegiatan rekreasional;
e.    Bebas dari penyiksaaan, penghukuman atau perlakukan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f.     Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g.    Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h.    Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i.      Tidak dipublikasikan identitasnya;
j.      Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k.    Memperoleh advokasi sosial;
l.      Memperoleh kehidupan pribadi;
m.  Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n.    Memperoleh pendidikan;
o.    Memperoleh pelayanan kesehatan; dan
p.    Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·      Pasal 4
(1)   Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
a.    Mendapat pengurangan masa pidana;
b.    Memperoleh asimilasi;
c.    Memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
d.    Memperoleh pembebasan bersyarat;
e.    Memperoleh cuti menjelang bebas;
f.     Memperoleh cuti bersyarat; dan
g.    Memperoleh hak lain sesuasi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·      Pasal 5
(1)   Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan Restoratif
(2)   Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       Penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b.      Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c.       Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
(3)   Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
·      Pasal 7
(1)   Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
(2)   Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a.       Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun; dan
b.      Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
·      Pasal 8
(1)   Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2)   Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
(3)   Proses Diversi wajib memperhatikan:
a.       Kepentingan korban;
b.      Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
c.       Penghindaran stigma negatif;
d.      Penghindaran pembalasan;
e.       Keharmonisan masyarakat; dan
f.       Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
·      Pasal 9
(1)     Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:
a.       Kategori tindak pidana        c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas
b.      Umur anak                          d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat
(2)     Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a.       Tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b.      Tindak pidana ringan;
c.       Tindak pidana tanpa korban; atau
d.      Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.
·      Pasal 12
(1)  Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi.
(2)  Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab disetiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukummnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
(4)  Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
(5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penututan.
·      Pasal 14
(2)   Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan.
(3) Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
·      Pasal 17
(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan pelindungan khusus bagi anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dala situasi darurat.
(2) Pelindungan khusus yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan.
·      Pasal 18
Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.
·      Pasal 19
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkap jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
·      Pasal 21
(1)  Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
       a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
     b.mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5) Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan.
·      Pasal 22
     Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.
·      Pasal 23
(1)  Dalam setiap tingkatan pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.
·      Pasal 25
(1) Register perkara Anak dan Anak Korban wajib dibuat secara khusus oleh lembaga yang menangani perkara Anak.
·      Pasal 26
(1)  Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
·      Pasal 27
(1) Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
(3)  Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
·      Pasal 28
Hasil Penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 jam setelah permintaan penyidik diterima.
·      Pasal 29
(1)  Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 hari setelah penyidikan dimulai.
(2)  Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.
·      Pasal 30
     (2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruangan pelayanan khusus Anak.
(4) Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan  kebutuhan sesuai dengan umurnya.
·      Pasal 40
(1) Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum.
·      Pasal 52
(1)  Ketua pengadilan wajib menetapkan Hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara Anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum.
·      Pasal 57
(1)                                                    Setelah surat dakwaan dibacakan, Hakim memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan tanpa kehadiran Anak, kecuali hakim berpendapat lain.
·      Pasal 58
(1)  Pada saat memeriksa Anak Korban dan/atau Anak Saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Anak dibawa keluar sidang.
·      Pasal 60
(3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dai Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara.
·      Pasal 62
(1)  Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada hari putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
(2)  Pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 hari sejak putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
·      Pasal 64
(1) Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
·      Pasal 65
Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:
a. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;
b. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun diluar sidang, termasuk didalam LPAS dan LPKA;
c. menentukan program perawatan Anak didalam LPAS dan pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.

B. VERBOT (Larangan)
·      Pasal 32
(1) Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi pidana.
·      Pasal 71
(4) Pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.

C. MORGEN (Larangan dengan Pengecualian)
·      Pasal 3
g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
·      Pasal 54
     Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.
·      Pasal 82
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.
·      Pasal 105
(2)  Ketentuan mengenai pembentukan kantor Bapas dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf f dikecualikan dalam hal letak provinsi dan kabupaten/kota berdekatan.

D. SANKSI
·      Pasal 76
(3) Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam.
·      Pasal 77
(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
·      Pasal 78
(2) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat 3   (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
·      Pasal 80
(3)  Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
·      Pasal 81
(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.
 (6)  Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
·      Pasal 95
Pejabat atau petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (3), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1),  Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 55 ayat (1), serta Pasal 62 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·      Pasal 96
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
·      Pasal 97
Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
·      Pasal 98
Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
·      Pasal 99
Penuntut Umum yang sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
·      Pasal 100
Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
·      Pasal 101

Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Posting Komentar